Arussejajar pantai (longshore current), terjadi apabila? arah gelombang yang datang membentuk sudut miring terhadap garis pantai arah gelombang yang datang membentuk sudut tegak lurus terhadap garis pantai arah gelombang yang datang sejajar terhadap garis pantai terdapat lebih dari satu arah gelombang yang datang dengan sudut yang berbeda terhadap garis pantai terdapat arah gelombang bolak-balik

Apakah kamu lagi mencari jawaban dari pertanyaan Arus sejajar pantai longshore current, terjadi apabila Berikut pilihan jawabannya arah gelombang yang datang membentuk sudut miring terhadap garis pantai arah gelombang yang datang membentuk sudut tegak lurus terhadap garis pantai arah gelombang yang datang sejajar terhadap garis pantai terdapat lebih dari satu arah gelombang yang datang dengan sudut yang berbeda terhadap garis pantai Kunci Jawabannya adalah A. arah gelombang yang datang membentuk sudut miring terhadap garis pantai. Dilansir dari Ensiklopedia, Arus sejajar pantai longshore current, terjadi apabilaarus sejajar pantai longshore current, terjadi apabila arah gelombang yang datang membentuk sudut miring terhadap garis pantai. Penjelasan Kenapa jawabanya A. arah gelombang yang datang membentuk sudut miring terhadap garis pantai? Hal tersebut sudah tertulis secara jelas pada buku pelajaran, dan juga bisa kamu temukan di internet Kenapa jawabanya bukan B. arah gelombang yang datang membentuk sudut tegak lurus terhadap garis pantai? Nah ini nih masalahnya, setelah saya tadi mencari informasi, ternyata jawaban ini lebih tepat untuk pertanyaan yang lain. Kenapa nggak C. arah gelombang yang datang sejajar terhadap garis pantai? Kalau kamu mau mendaptkan nilai nol bisa milih jawabannya ini, hehehe. Terus jawaban yang D. terdapat lebih dari satu arah gelombang yang datang dengan sudut yang berbeda terhadap garis pantai kenapa salah? Karena menurut saya pribadi jawaban ini sudah keluar dari topik yang ditanyakan. Kesimpulan Jadi disini sudah bisa kamu simpulkan ya, jawaban yang benar adalah A. arah gelombang yang datang membentuk sudut miring terhadap garis pantai. Post Views 31 Read Next March 6, 2022 Pilihlah 1 yang tidak termasuk dalam sel mekanoreseptor adalah? March 6, 2022 Senjata tradisional Rencong berasal dari provinsi? March 6, 2022 Berikut ini buku karya Rifaah Badawi rafi’ at-Tahtawi, kecuali?

terbentuknyaarus sejajar pantai. Tinggi gelombang tertinggi di Pantai Barat Pangandaran terjadi pada musim timur dengan nilai rata-rata tinggi gelombang signifikan sebesar 1,65 m serta rata
Erosi merupakan faktor terpenting penyebab terjadinya kemunduran garis pantai. Erosi terjadi apabila pada suatu lokasi jumlah angkutan sedimen yang masuk lebih kecil daripada jumlah angkutan sedimen yang keluar. Pergerakan sedimen sepanjang daerah surfizone, yaitu mulai dari gelombang pecah sampai dengan pantai, disebabkan karena adanya arus sejajar pantai longshore current, yang terjadi apabila gelombang datang dari laut dalam membentuk sudut terhadap garis normal. Angkutan sedimen sejajar pantai yang terjadi di pantai kota Pekalongan sebesar m3 per tahun dengan arah dari timur ke barat. Terdapat 2 dua jenis struktur bangunan pengaman pantai di pantai kota Pekalongan, yaitu seawall sepanjang m di pantai Sari sebelah barat pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan, dan 2 dua unit breakwater lepas pantai di pantai Slamaran sebelah timur pelabuhan Perikanan dengan panjang masing-masing 150 m. Kedua jenis struktur bangunan pengaman pantai tersebut berfungsi untuk menghentikan erosi yang terjadi di pantai Sari dan di pantai Slamaran yang disebabkan oleh tertahannya angkutan sedimen sejajar pantai oleh struktur jetty Pelabuhan di muara sungai Pekalongan, dan jetty sudetan kali Banger di pantai Slamaran, sehingga ter adi kekurangan suplay sedimen di bagian downdriftnya sebelah barat jetty Pelabuhan dan kali Banger, dan sedimentasi di bagian updrift jetty kali Banger. Kedua jenis struktur tersebut berhasil menghentikan erosi pads daerah yang ditangani, bahkan di pantai Slamaran terbentuk formasi salient/tombolo di belakang breakwater sehingga te6adi penambahan luas daratan. Namur pads bagian yang Mum dilindungi yaitu di sebelah barat seawall pantai Sari 1300 m, dan di sebelah barat breakwater pantai Slamaran antara jetty pelabuhan dan breakwater Slamaran, tedadi erosi, yang mengancam keberadaan wisata, pertambakan, dan pemukiman yang ada. Melalui kajian ini akan dikaji mengenai penyebab utama tedadinya erosi, dan efektifitas kineda bangunan pantai yang ada sehingga dapat ditentukan strategi penanganan yang secara menyeluruh dengan konsep mengembalikan kondisi garis pantai yang tererosi dan mempertahankan stabilitas garis pantai pads posisi yang diinginkan guns mendukung pengembangan wisata. Penambahan seri breakwater lepas pantai dengan penambahan suplay sedimen merupakan solusi yang paling efektif menangani permasalahan erosi dan mengembalikan kondisi pantai yang tererosi, dan telah terbukti dengan terbentuknya formasi salien/tombolo di belakang breakwater. Dengan menggunakan metode parabolik form maka dapat diketahui pombahan garis pantai akibat dibangunnya seri breakwater.
Perubahanimbangan transportasi sedimen sejajar pantai akibat pembuatan bangunan pantai, seperti: jetty, pemecah gelombang, pelabuhan, dan lain-lain. Selain ombak di surf zone menimbulkan kemungkinan arus sejajar pantai (longshore . 10 current) Difraksi terjadi apabila tinggi gelombang di suatu titik pada garis puncak
Pangandaran coastal waters is coastal tourism site that situated at the calmest part of Parigi Bay coastal waters. The favorable coastal area condition has made the coastal zone growth to be favorite coastal tourism site. The study site was coastal segment where rip currents frequently occur. This research was conducted by visual observation of rip currents and coastal morphology analysis approach, bathymetry survey, wave conditions, the speed and direction of currents, and turbidity. Results of this study indicate that rip currents are common phenomena at the Parigi Bay coastal area, and the currents frequently occur at several parts of the Pangandaran coastal zone, which are supposed to be safe. The rip currents could be identified visually. Swell with periods of to s propagating from the Indian Ocean in nearly normal direction to the coastline of Pangandaran could be the cause of rip currents. During field work of this study, it was recorded the existing of six rip currents with speeds in the range of 0,8–1 -1. Obtained backscatterance records indicated that the recorded rip currents transport sediment load seaward from swash zone. Bathymetry data records of the study area showed an existing of undulating submarine morphology with axis lines normal to coastline. However, position of the rip current occurrence had no good correlation with the undulating morphology. The facts indicate that no control of seabed morphology on rip current occurrence. Figures - uploaded by Wahyu Budi SetyawanAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Wahyu Budi SetyawanContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free ILMU KELAUTAN Juni 2013 ISSN 0853-7291 * Corresponding author Diterima/Received 23-02-2013 © Ilmu Kelautan, UNDIP Disetujui/Accepted 24-03-2013 Arus Rip di Perairan Pesisir Pangandaran, Jawa Barat Edi Kusmanto dan Wahyu Budi Setyawan* Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta, Indonesia, 14430 Email wahyubudisetyawan Abstrak Perairan pesisir Pangandaran adalah bagian dari perairan pesisir Teluk Parigi dan merupakan bagian yang paling tenang. Keadaan tersebut menyebabkan pantai Pangandaran berkembang menjadi tempat tujuan wisata pantai yang terkenal. Penelitian dilakukan di bagian pantai dimana arus rip diketahui sering terjadi. Gambaran tentang arus rip dilakukan dengan pengamatan visual dan pendekatan analisis kondisi morfologi pantai, batimetri atau morfologi dasar laut, kondisi gelombang, kecepatan dan arah arus, serta kekeruhan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa arus rip merupakan kejadian yang umum di kawasan pesisir Teluk Parigi, dan sering muncul di bagian tertentu pantai Pangandaran yang telah dipandang aman. Swell dengan kisaran periode 6,57 – 8,91 dt dari Samudera Hindia dengan arah hampir tegak lurus garis pantai diduga merupakan gelombang pencetusnya. Hasil penelitian menunjukkan enam arus rip dengan kecepatan berkisar dari 0,8–1 Rekaman data kekeruhan membuktikan arus rip tersebut membawa muatan sedimen dari tepi pantai ke tengah laut. Data batimetri di lokasi penelitian memperlihatkan adanya morfologi dasar laut yang bergelombang membentuk punggungan dan lembah memanjang dari pantai ke arah laut lepas. Posisi kejadian arus rip yang tidak spesifik di lembah atau punggungan menunjukkan tidak adanya kontrol morfologi dasar laut terhadap kejadian arus rip. Kata kunci arus rip, swell, pantai pasir, perairan pesisir, Pangandaran Abstract Rip Current at Pangandaran Coastal Waters, West Java Pangandaran coastal waters is coastal tourism site that situated at the calmest part of Parigi Bay coastal waters. The favorable coastal area condition has made the coastal zone growth to be favorite coastal tourism site. The study site was coastal segment where rip currents frequently occur. This research was conducted by visual observation of rip currents and coastal morphology analysis approach, bathymetry survey, wave conditions, the speed and direction of currents, and turbidity. Results of this study indicate that rip currents are common phenomena at the Parigi Bay coastal area, and the currents frequently occur at several parts of the Pangandaran coastal zone, which are supposed to be safe. The rip currents could be identified visually. Swell with periods of to s propagating from the Indian Ocean in nearly normal direction to the coastline of Pangandaran could be the cause of rip currents. During field work of this study, it was recorded the existing of six rip currents with speeds in the range of 0,8–1 Obtained backscatterance records indicated that the recorded rip currents transport sediment load seaward from swash zone. Bathymetry data records of the study area showed an existing of undulating submarine morphology with axis lines normal to coastline. However, position of the rip current occurrence had no good correlation with the undulating morphology. The facts indicate that no control of seabed morphology on rip current occurrence. Keywords rip current, swell, sandy beach, coastal waters, Pangandaran Pendahuluan Pada aktivitas wisata pantai, keselamatan para wisatawan adalah sangat penting. Berkaitan dengan hal tersebut, kehadiran arus rip adalah suatu suatu hal yang penting diperhatikan, karena arus ini adalah salah satu penyebab tewasnya wisatawan yang melakukan aktivitas di perairan pantai. MacMahan et al. 2005 menyebutkan bahwa memahami sistem arus rip adalah penting dalam mengemb suatu hal yang penting diperhatikan, karena arus ini adalah salah satu penyebab tewasnya wisatawan yang melakukan aktivitas di perairan pantai. MacMahan et al. 2005 menyebutkan bahwa memahami sistem arus rip adalah penting dalam 0000 ILMU KELAUTAN Juni 2013 62 Arus Rip di Perairan Pesisir Pangandaran, Jawa Barat E. Kusmanto dan Setyawan mengembangkan prakiraan yang tepat untuk memprediksi adanya arus rip yang berbahaya bagi keselamatan publik. Arus rip adalah arus yang bergerak dari pantai ke tengah laut. Arus ini terjadi setiap hari dengan kondisi yang sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, pelan dan tidak berbahaya, sampai yang dapat menyeret orang ke tengah laut NOAA-National Weather Service, 2005. Arus rip mendapat banyak pemberitaan media massa karena arus ini sering merupakan penyebab orang yang berenang di tepi pantai terseret ke tengah laut. Gambaran tentang bahaya arus rip ditunjukkan oleh fakta bahwa di Amerika Serikat, menurut studi yang dilakukan oleh National Weather Service’s East Central Florida Rip Current Program, secara nasional terjadi 150 kematian karena arus rip; di pantai Florida antara tahun 1989–1999 rata-rata terjadi 19 kematian karena arus rip setiap tahunnya University of Florida, 2003. Arus rip telah menghanyutkan ribuan orang ke tengah laut, dan di Australia dipandang sebagai bahaya utama bagi orang-orang yang berenang di pantai karena merupakan penyebab 90% kasus penyelamatan di laut dan orang hanyut ke tengah laut Short, 2007. Di negara bagian Florida, Amerika Serikat, arus rip merupakan penyebab dari 80% upaya penyelamatan di laut, dan menjadi bencana alam yang utama MacMahan et al., 2006, dan lebih dari 100 kematian per tahun di Amerika Serikat terjadi karena arus rip MacMahan et al., 2010. Sementara itu di Inggris, The Royal National Lifeboat Institution RNLI yang memberikan jasa penyelamatan bagi 69% pantai di Inggris mencatat 68% kecelakaan di laut dalam periode 2005-2007 terjadi karena arus rip Scott et al., 2008. Sedang di pantai Atlantik Inggris tercatat 80% kecelakaan di laut dalam periode 2005-2007 terjadi karena arus rip Scott et al., 2009. Arus rip berbahaya karena karakter pola kejadian sangat tidak teratur sehingga sulit diprediksi Anonim-SD-010806, 2006. Pantai Pangandaran Gambar 1 adalah salah satu tujuan wisata pantai yang utama di kawasan pesisir selatan Pulau Jawa yang setiap hari ramai dikunjungi para wisatawan. Untuk menjaga keselamatan para wisatawan yang berkunjung dan berenang di perairan pantai Pangandaran, telah ada suatu unit kerja yang bertugas menjaga keselamatan wisatawan yang aktivitasnya dibiayai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis. Dalam melaksanakan kegiatannya, salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga keselamatan wisatawan adalah dengan menentukan bagian-bagian pantai yang berbahaya dan memberi tanda serta mendirikan pos-pos pengawasan. Berbahaya atau tidaknya pantai wisata di Pangandaran ditentukan oleh kejadian arus rip. Kecelakaan karena arus rip di bagian pantai yang dipandang aman tetap terjadi di Pangandaran Tabel 1, karena kehadiran arus rip yang tidak dapat diduga dan para wisatawan tidak mengenal arus tersebut sehingga mengabaikan berbagai tanda bahaya yang dipasang di tepi pantai. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang bagaimana arus rip yang terjadi di kawasan wisata Pangandaran. Materi dan Metode Kehadiran arus rip di sepanjang pantai daerah penelitian diamati secara visual. Pengamatan seperti ini merupakan salah satu metode yang telah lama diterapkan dan tetap dipakai berdampingan dengan peralatan elektronik modern MacMahan et al., 2006. Pada penelitian ini pengamatan visual dan pengumpulan data dilakukan bulan Agustus 2010. Dilakukan pula pendekatan analisis morfologi pantai, batimetri atau morfologi dasar laut, kondisi gelombang, kecepatan dan arah arus, serta kekeruhan. Arus laut dan kedalaman perairan diukur menggunakan Accoustic Doppler Current Profiler ADCP. Pengukuran profil vertikal arus dilakukan dengan interval kedalaman 25 cm dengan selang waktu pengukuran maksimum 3,75 detik mulai dari permukaan hingga dasar perairan. Pengukuran dilakukan sepanjang lintasan perahu yang bergerak dengan kecepatan antara 4-5 knot. Penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan GPS Garmin 276 GPS dan Bottom Tracking dari alat ukur ADCP. Survei batimetri dilaksanakan mulai dari Pos Pengawas Pantai Nomor selanjutnya disebut sebagai Pos 3 hingga Pos 5 dan dilakukan sedekat mungkin dengan tepi pantai hingga pada kedalaman 17 m. Lokasi lintasan ini dipilih karena kawasan tersebut dikenal sebagai salah satu lokasi tempat arus rip sering terjadi di kawasan wisata pantai Pangandaran. Menurut informasi dari penjaga pantai di kawasan tersebut sering terjadi kecelakaan yang dialami perenang. Cakupan areal penelitian adalah areal yang lebarnya sekitar 850 m pada arah tegak lurus garis pantai, dan panjang sekitar 2000 m pada arah sejajar garis pantai pantai. Data kedalaman yang terkumpul dikoreksi terhadap data pasang-surut dan kemudian diinterpolasi untuk keseluruh daerah yang diinginkan. Tinggi dan perioda gelombang diukur menggunakan Tide and Wave Gauge 26. Alat ini ILMU KELAUTAN Juni 2013 Vol 18261-70 Arus Rip Di Perairan Pesisir Pangandaran, Jawa Barat Edi Kusmanto dan Wahyu Budi Setyawan 63 dipasang secara mooring di tiga lokasi di depan Pos 3 wave 1, di depan Pos 4 wave 2, dan di depan Pos 5 wave 3 dengan perioda masing masing pengukuran selama 8 jam, kecuali wave 1, hanya 3 jam, dengan interval setiap 15 menit. Integrasi pengukuran gelombang setiap 0,25 detik, dengan jumlah counter sebanyak 2088 kali. Arah gelombang diukur dengan kompas. Pengkururan dilakukan pada siang hari karena alasan keamanan alat. Lokasi lintasan pengukuran dan posisi stasiun Tide and Wave Gauge disajikan dalam Gambar 2. Hasil dan Pembahasan Kehadiran arus rip Pengamatan secara visual terhadap perairan dekat pantai di lokasi wisata pantai Pangandaran menunjukkan bahwa arus rip memang sering terjadi di bagian-bagian pantai yang telah diberi tanda bahaya. Kehadiran arus rip itu dapat terlihat secara visual di permukaan laut yang terekspresikan dalam bentuk 1 perbedaan kenampakan riak-riak di permukaan laut yang memanjang bergerak ke laut Gambar 3, 2 adanya jalur buih yang memanjang ke arah laut Gambar 4, 3 jalur air dengan kekeruhan tinggi yang bergerak ke arah laut, dan 4 adanya celah pada jalur gelombang pecah di sepanjang pantai. Dari empat indikasi kehadiran arus rip di daerah penelitian, hanya dua yang berhasil direkam secara visual pada saat penelitian di lapangan. Berbagai indikator visual kehadiran arus rip itu merupakan indikator yang umum dan biasa digunakan untuk mengamati arus rip secara visual Anonim-SD-010806, 2006; Stony Brook University, 2009. Faktor yang penting adanya kemunculan arus rip di pantai terutama ditentukan oleh kondisi batimetri dan morfologi pantai MacMahan et al., 2006; Short, 2007; MacMahan et al., 2010. Kehadiran morfologi pantai yang ritmis atau berulang secara teratur yang dikenal sebagai beach cusp merupakan satu faktor bagi pembentukan arus rip. Garis pantai di Pangandaran berbentuk melengkung, tidak dijumpai kenampakan beach cusp yang tegas, akan tetapi dijumpai lereng pantai bergelombang yang berulang secara teratur. Di beberapa bagian garis pantai yang relatif lurus hanya dijumpai kenampakan lereng pantai yang 0000 Gambar 1. Citra satelit kawasan Teluk Parigi. Panah putih menunjuk ke batas-batas segmen pantai. Pantai Pangandaran yang merupakan lokasi penelitian berada di segmen C-D. Sumber Google Earth. Tabel 1. Data kecelakaan laut di wilayah pantai Pangandaran, Batukaras dan sekitarnya. Jumlah Kejadian/Korban orang Jumlah Korban Selamat orang Jumlah Korban Meninggal orang 4 pengunjung dan 1 nelayan 2 pengunjung, 1 tanpa identitas dan 1 pengunjung terbentur perahu Sumber Badan Penyelamat Wisata Tirta Pangandaran, Mei 2010 Kusmanto dan Setyawan, 2011. ILMU KELAUTAN Juni 2013 64 Arus Rip di Perairan Pesisir Pangandaran, Jawa Barat E. Kusmanto dan Setyawan Gambar 2. Garis pantai hasil digitasi menggunakan GPS Garmin 276C, Lintasan ADCP, lokasi pemasangan wave recorder SBE 26 dan posisi pos pengawas pantai. permukaan lereng pantai yang bergelombang inilah yang mengarahkan gerakan air laut yang dihempaskan oleh gelombang ke pantai menuju dan berkumpul membentuk sel-sel sirkulasi kecil di tepi pantai. Massa air yang berkumpul tersebut kemudian bergerak kembali ke laut. Hal seperti ini terlihat pada Gambar 4. Apa yang terlihat pada gambar tersebut menunjukkan adanya kontrol morfologi pantai terhadap pembentukan arus rip. Batimetri Kondisi batimetri dasar perairan di daerah penelitian ini disajikan dalam Gambar 5. Pada peta tersebut terlihat bahwa dasar laut di sekitar pantai tempat wisata di pantai Pangandaran memanjang ke arah laut lepas. Punggungan terdapat di sebelah selatan-tenggara Pos 5 sedang lembah terdapat di sebelah barat laut Pos 5 dan di hadapan Pos 3 dan Pos 4. Punggungan yang terdapat di sebelah selatan-tenggara Pos 5 di bagian pantai yang seperti “tanjung” ini yang tampak membagi kawasan pantai Pangandaran menjadi dua segmen. Pola lembah punggungan lembah yang berulang secara teratur, dengan lembah merupakan celah yang lebih dalam dapat memicu arus rip Profil kemiringan lereng dasar laut di bagian punggungan dan lembah dapat dilihat pada Gambar 6. Pada lintasan tegak lurus pantai dari kedalaman 0 m hingga 8,117 m, dari titik B hingga titik C, jaraknya adalah 367 m. Apabila dilakukan perhitungan terhadap sudut yang dibentuk oleh segitigan bagi arus tersebut. Gambar 4. Indikasi kehadiran arus rip berupa jalur buih yang memanjang dan bergerak ke arah laut dari tepi pantai. Tanggal 24 Agustus 2010, antara jam 10-12 siang. Gambar kehadiran arus rip berupa perbedaan pola riak di permukaan laut yang memanjang dan bergerak ke arah laut dari tepi pantai. Tanggal 24 Agustus 2010, jam 10-12 siang bergelombang. Pada bagian rendah dari permukaan lereng pantai bergelombang inilah yang mengarahkan gerakan air laut yang dihempaskan oleh gelombang ke pantai menuju dan berkumpul membentuk sel-sel sirkulasi kecil di tepi pantai. Massa air yang berkumpul tersebut kemudian bergerak kembali ke laut. Hal seperti ini terlihat pada Gambar 4. Apa yang terlihat pada gambar tersebut menunjukkan adanya kontrol morfologi pantai terhadap pembentukan arus rip. Batimetri Kondisi batimetri dasar perairan di daerah penelitian ini disajikan dalam Gambar 5. Pada peta tersebut terlihat bahwa dasar laut di sekitar pantai tempat wisata di pantai Pangandaran memanjang ke arah laut lepas. Punggungan terdapat di sebelah selatan -tenggara Pos 5 sedang lembah terdapa t di selatan -tenggara Pos 5 sedang lembah terdapat di sebelah barat laut Pos 5 dan di hadapan Pos 3 dan Pos 4. Punggungan yang terdapat di sebelah selatan-tenggara Pos 5 di bagian pantai yang seperti “tanjung” ini yang tampak membagi kawasan pantai Pangandaran menjadi dua segmen. Pola lembah punggungan lembah yang berulang secara teratur, dengan lembah merupakan celah yang lebih dalam dapat memicu arus rip Profil kemiringan lereng dasar laut di bagian punggungan dan lembah dapat dilihat pada Gambar 6. Pada lintasan tegak lurus pantai dari kedalaman 0 m hingga 8,117 m, dari titik B hingga titik C, berjarak 367 m. Apabila dilakukan perhitungan terhadap sudut yang dibentuk oleh segitiga O, B, Gambar 5 karena berperan sebagai saluran bagi arus tersebut. Profil kemiringan lereng dasar laut di bagian punggungan dan lembah dapat dilihat pada Gambar 6. Pada lintasan tegak lurus pantai dari kedalaman 0 m hingga 8,117 m, dari titik B hingga titik C, ILMU KELAUTAN Juni 2013 Arus Rip di Perairan Pesisir Pangandaran, Jawa Barat E. Kusmanto dan Setyawan 65 pantai dari kedalaman 0 m hingga 8,117 m, dari titik B hingga titik C, jaraknya adalah 367 m. Apabila dilakukan perhitungan terhadap sudut yang dibentuk oleh segitiga O, B, dan C yang ditandai dengan simbol α, maka akan diperoleh sudut 10,8°. Sudut yang dibentuk oleh segitiga ini adalah kemiringan lereng dasar laut. Kemiringan lereng dasar laut yang dibuat tegak lurus garis pantai di depan Pos 4 dan Pos 3, lebih curam dibandingkan dengan kelandaian irisan dari titik B ke titik C. Pada lintasan tegak lurus pantai dari kedalaman 0 m dari depan Pos 4, lintasan dari D ke E, Gambar 6, jaraknya adalah 421 m dengan kedalaman akhir 13,1 m sehingga sudut yang dibentuk adalah 24,06° dan untuk lintasan F ke G, jaraknya adalah 412 m dan kedalaman akhir 12,2 m, sudutnya adalah 20,35°. Hasil analisis profil ini menunjukkan bahwa pada jarak yang sama dari garis pantai, di bagian punggungan dasar laut memiliki lereng yang lebih landai daripada di bagian dasar laut yang merupakan lembah, sehingga menyebabkan perbedaan topografi. Gelombang Berdasarkan rekaman data hasil pengukuran gelombang yang dilakukan dalam penelitian ini, berhasil didentifikasi tinggi dan periode gelombang di depan Pos 3 Wave 1, Pos 4 Wave 2, dan Pos 5 Wave 3 Tabel 2, Gambar 7 dan 8. Tinggi gelombang selama pengamatan pada Titik Wave 1 berkisar antara 17 cm hingga 80 cm dengan periode antara 3,1 dt hingga 3,85 dt, sedangkan tinggi gelombang pada Wave 2 antara 38 cm hingga 64 cm dengan periode 6,57 dt hingga 8,91 dt dan pada Wave 3 tinggi gelombang antara 37 cm hingga 52 cm dengan periode 7,39 dt hingga 8,45 dt. Gambar 5. Kondisi batimetri dasar laut dekat pantai Pangandaran dan irisan memanjang sejajar pantai Pangandaran pada bulan Agustus 2010 Gambar 6. Irisan tegak lurus pantai pada kontur batimetri perairan Pangandaran pada bulan Agustus 2010. Gelombang Berdasarkan rekaman data hasil pengukuran gelombang yang dilakukan dalam penelitian ini, berhasil didentifikasi tinggi dan periode gelombang di depan Pos 3 Wave 1, Pos 4 Wave 2, dan Pos 5 Wave 3 Tabel 2, Gambar 7 dan 8. Tinggi gelombang selama pengamatan pada Titik Wave 1 berkisar antara 17 cm hingga 80 cm dengan periode antara 3,1 dt hingga 3,85 dt, sedangkan tinggi gelombang pada Wave 2 antara 38 cm hingga 64 cm dengan periode 6,57 dt hingga 8,91 dt dan pada Wave 3 tinggi gelombang antara 37 cm hingga 52 cm dengan periode 7,39 dt hingga 8,45 dt. ILMU KELAUTAN Juni 2013 66 Arus Rip di Perairan Pesisir Pangandaran, Jawa Barat E. Kusmanto dan Setyawan Tabel 2. Tinggi dan Periode gelombang di perairan Pangandaran pada tanggal 24, 25 dan 26 bulan Agustus 2010 Gambar 7. Tinggi gelombang rata rata di lokasi depan Pos 3, Pos 4 dan Pos 5 di perairan pesisir pantai Pangandaran pada tanggal 24, 25 dan 26 Agustus 2010. Periode gelombang yang terekam pada Wave 1 adalah gelombang periode pendek yang dibangkitkan oleh angin lokal atau gelombang yang telah mengalami refraksi. Sementara itu, gelombang yang terekam di Wave 2 dan Wave 3 adalah gelombang periode panjang yang diduga masuk ke dalam kategori swell MacMahan et al., 2004; Austin et al., 2010. Untuk kawasan pesisir Teluk Parigi yang menghadap ke Samudera Hindia, maka swell datang dari Samudera Hindia. Dengan kondisi gelombang yang seperti diuraikan di atas, menurut Short 2007 pantai Pangandaran masuk ke dalam kategori pantai yang dipengaruhi oleh swell atau swell coast. lombang yang terjadi di depan Pos 4 dan Pos 5 yang terekam pada Wave 2 dan Wave 3 relatif stabil dengan rentang tinggi dan periode gelombang antara masimum dan minimum relatif kecil; sedangkan pada Wave 1, rentang yang teramati relatif besar, rentang tinggi dan periode gelombang masing masing mencapai 63 cm dan 0,74 detik Tabel 1; Gambar 7 dan 8. Perbedaan tinggi dan periode gelombang antara satu titik dengan titik lain yang masih berdekatan merupakan satu faktor penyebab arus rip. menggunakan kompas pada posisi Pos 3, Pos 4, dan Pos 5. Selama penelitian arah dominan dari 210° dari arah utara pada Pos 3 dan Pos 4, sedangkan pada Pos 5 dominan dari 240° Gambar Apabila ditarik garik lurus hingga garis pantai maka akan terbentuk sudut tertentu terhadap garis pantai. Arah gelombang ini mengakibatkan terbentuknya arus sejajar pantai. Arah gelombang pada Pos 3 dan Pos 4, apabila ditarik garis lurus hingga garis pantai akan membentuk sudut masing masing sebesar 20° dan 10° terhadap garis normal atau 110° dan 100° terhadap garis pantai Gambar yang mengakibatkan arus sejajar pantai ke arah barat laut. Sedangkan pada Pos 5, gelombang datang dari arah sebaliknya dengan sudut 30° terhadap garis normal atau 120° terhadap garis pantai yang menyebabkan arus sejajar pantai ke tenggara Gambar Arah gelombang yang hampir tegak lurus terhadap garis pantai sangat kondusif bagi pembentukan arus rip Thornton et al., 2007. Arah gelombang ini relatif terus menerus selama penelitian dan membentuk beberapa arus rip sepanjang pantai antara Pos 3 hingga Pos 5. Jumlah dan besarnya arus arus rip yang akan terbentuk tergantung pada tinggi dan periode gelombang yang Gelombang yang terjadi di depan Pos 4 dan Pos 5 yang terekam pada Wave 2 dan Wave 3 relatif stabil dengan rentang tinggi dan periode gelombang antara masimum dan minimum relatif kecil; sedangkan pada Wave 1, rentang yang teramati relatif besar, rentang tinggi dan periode gelombang masing masing mencapai 63 cm dan 0,74 detik Tabel 1; Gambar 7 dan 8. Perbedaan tinggi dan periode gelombang antara satu titik dengan titik lain yang masih berdekatan merupakan satu faktor penyebab arus rip. Pengamatan arah gelombang dilakukan secara visual dengan menggunakan kompas pada posisi Pos 3, Pos 4, dan Pos 5. Selama penelitian arah dominan dari 210° dari arah utara pada Pos 3 dan Pos 4, sedangkan pada Pos 5 dominan dari 240° Gambar Apabila ditarik garik lurus hingga garis pantai maka akan terbentuk sudut tertentu terhadap garis pantai. Arah gelombang ini mengakibatkan terbentuknya arus sejajar pantai. ILMU KELAUTAN Juni 2013 Arus Rip di Perairan Pesisir Pangandaran, Jawa Barat E. Kusmanto dan Setyawan 67 Gambar 8. Periode gelombang rata rata di lokasi depan Pos 3, Pos 4 dan Pos 5 di perairan pesisir pantai Pangandaran pada tanggal 24, 25 dan 26 Agustus 2010 Gambar 9. Arah dominan gelombang rata-rata di lokasi depan Pos 3, Pos 4 dan Pos 5 di perairan pesisir pantai Parigi, Pangandaran pada tanggal 24, 25 dan 26 Agustus 2010. membentuk arus susur pantai. Akumulasi dari beberapa gelombang datang akan membentuk arus rip yang lebih besar di lokasi antara Pos 4 dan Pos 5 dan kemungkinan bersifat permanen Gambar Kecepatan dan arah arus Data arus yang direkam menggunakan ADCP dalam penelitian ini di sepanjang Lintasan 1 hingga Lintasan 4 memperlihatkan adanya arus yang mengalir kuat dari pantai ke arah laut Gambar dan secara skematik pola arus tersebut disajikan pada Gambar Arus yang bergerak ke arah laut di lokasi penelitian selama penelitian berlangsung menunjukkan bahwa arus rip dapat diidentifikasi kehadirannya di 6 lokasi. Arus - arus tersebut selanjutnya disebut arus rip 1, arus rip 2, dan seterusnya sampai arus rip 6. Arus-arus tersebut memiliki kecepatan arus yang lebih tinggi daripada kecepatan arus-arus lain di sekitarnya dan mengarah ke laut lepas Gambar dan Kecepatan arus sesaat yang terjadi karena hempasan gelombang di perairan pantai Pangandaran bervariasi. Nilai terbesar ditemukan di sekitar Pos 5 dan Pos 4 yang ditandai dengan arus rip 2, arus rip 3, dan arus rip 6 Gambar Kecepatan arus tersebut masing-masing mencapai 1 m/dt. Sementara itu arus rip 4 dan arus rip 5, masing-masing memiliki kecepatan 0,8 m/dt Gambar sedangkan arah arus dominan ke barat daya hingga ke selatan Gambar Kecepatan arus rip yang terekam dalam penelitian ini berada dalam kisaran kecepatan arus rip rata- ILMU KELAUTAN Juni 2013 68 Arus Rip di Perairan Pesisir Pangandaran, Jawa Barat E. Kusmanto dan Setyawan rata yang berkisar dari 0,5-1 MacMahan et al., 2011. Kekeruhan Salah satu karakteristik arus rip adalah bahwa arus tersebut membawa muatan sedimen dari tapi pantai ke arah laut. Sehingga kehadiran arus rip dapat diketahui dari kekeruhan yang tinggi pada tubuh arus tersebut dibandingkan massa air di sekitarnya MacMahan et al., 2011. Di lokasi penelitian berhasil teridentifikasi adanya kekeruhan yang relatif tinggi yang berkaitan dengan arus rip, yaitu di beberapa lokasi yang mempunyai arus tegak lurus pantai yang kuat Gambar 12 dan 13. Berdasarkan data yang diperoleh, arus rip mampu membawa material kasar yang tersuspensi dari pesisir, atau bahkan mengaduk dasar perairan sehingga material dasar dengan ukuran tertentu terburai dan melayang pada kolom air. Hal ini terungkap pada rekaman data back scatterance ADCP 1200 KHz. Pada rekaman data tersebut terdapat perbedaan kekeruhan yang menyolok antara daerah yang terjadi arus rip dengan daerah sekitarnya Gambar 12. Kekeruhan tertinggi terjadi pada posisi punggungan yang berdasarkan data batimetri, dan data kecepatan dan arah arus mengacu pada arus rip yang ditandai dengan arus rip 3 Gambar Kekeruhan dengan nilai tinggi ditemukan juga di perairan sebelah timur punggungan, arus rip 4, 5, dan 6, dengan intensitas lebih rendah dibandingkan dengan arus rip 3, namun lebih menyebar merata ke arah laut lepas. Sementara itu, di perairan sebelah barat punggungan walaupun ada indikasi adanya arus rip namun tidak ditemukan nilai kekeruhan yang tinggi. Gambar menunjukkan bahwa pengadukan oleh arus rip terjadi pada kolom air dari permukaan hingga dasar perairan sampai 00000000 Gambar 10. Kecepatan arus berkaitan dengan kemungkinan frekuensi tertinggi kejadian arus rip A, kecepatan arus rip dengan perata-rataan 25 detik B, dan arah arus dominan C di perairan Pangandaran pada tanggal 25 Agustus 2010. ILMU KELAUTAN Juni 2013 Arus Rip di Perairan Pesisir Pangandaran, Jawa Barat E. Kusmanto dan Setyawan 69 Gambar mendatar kekeruhan dari ADCP dan skematik arus tegak lurus pantai yang mengindikasikan arus rip A. Nilai kekeruhan yang berkaitan dengan arus rip B di perairan Pangandaran pada tanggal 25 Agustus 2010. Gambar 12. Sebaran vertikal kekeruhan/bacscatterance dari ADCP Lintasan 1 A, Lintasan 2 B, Lintasan 3 C, dan Lintasan 4 D di perairan Pangandaran pada tanggal 25 Agustus 2010. kedalaman 8 m. Pada gambar tersebut terlihat bahwa kekeruhan yang tinggi dari permukaan hingga dasar perairan terjadi di lokasi punggungan pada arus rip 3. Kekeruhan ini masih ditemukan pada Lintasan 2 dan Lintasan 3 di lapisan permukaan dan ada indikasi pengendapan Gambar dan Gambar yang diberi notasi A dan B. Di Lintasan 4 distribusi kekeruhan sudah merata kembali Gambar 13D. Kesimpulan Ditemukan 6 arus rip di sepanjang pantai Pangandaran dengan kecepatan arus yang berbeda, berkisar antara 0,8–1,0 yang tergolong dalam kecepatan arus rip rata-rata. Gelombang pencetus arus rip adalah swell yang datang dari Samudera Hindia yang dikenal dari periopde gelombangnya yang berkisar dari 6,57 – 8,91 m/dt. Swell tersebut menghampiri pantai Hindia yang dikenal dari periode gelombangnya yang berkisar antara 6,57–8,91 Swell tersebut menghampiri pantai dengan membentuk sudut yang berbeda sehingga terbentuk arus sepanjang pantai yang berbeda arah. Dua arus sepanjang pantai yang bertemu menimbulkan arus rip, dan diduga ada pula kontrol morfologi dasar laut mencetuskan arus rip. Arus rip tersebut membawa muatan sedimen dari tepi pantai ke tengah laut. Kekeruhan berasosiasi dengan arus rip dapat mencapai dasar pada kedalaman air 8 m. Ucapan Terima Kasih Artikel ini merupakan sebagian hasil dari kegiatan penelitian yang berjudul “Morfologi Pantai Pasir dan Pola Arus Dekat Pantai di Kawasan Wisata Pantai Teluk Parigi, Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat” yang dibiayai melalui Program Insentif Peneliti dan Perekayasa LIPI Tahun 2010 dengan Surat Perjanjian bertanggal 6 April 2010, nomor 08/SU/SP/Insf-Ristek/IV/10. ILMU KELAUTAN Juni 2013 70 Arus Rip di Perairan Pesisir Pangandaran, Jawa Barat E. Kusmanto dan Setyawan Pantai Teluk Parigi, Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat” yang dibiayai melalui Program Insentif Peneliti dan Perekayasa LIPI Tahun 2010 dengan Surat Perjanjian bertanggal 6 April 2010, nomor 08/SU/SP/Insf-Ristek/IV/10. Daftar Pustaka Anonim-SD-010806. 2006. Rip current secrets revealed oceanographer uncovers the physics of rip current. Science Daily, 01 August 2006. [ Retrieved 21 July 2010. Austin, M., T. Scott, J. Brown, J. Brown, J. MacMahan, G. Masselink & P. Russell. 2010. Temporal observations of rip current circulation on a macro-tidal beach, Continental Shelf Res. 30 1149-1165. Kusmanto, E., & Setyawan, 2011. Arus Rip di Teluk Parigi dan Pantai Pangandaran. Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia ISOI, Jakarta 65 hal. MacMahan, Reniers, Thornton & Stanton. 2004. Surf zone eddies coupled with rip current morphology. J. Geophy. Res. 109C07004. MacMahan, Thornton, Stanton & Reniers. 2005. RIPEX Observation of a rip current system. Mar. Geol. 218113–134. MacMahan, Thornton, & Renier. 2006. Rip current review. Coast. Engineering. 53191-208. MacMahan, J., J. Brown, E. Thornton, T. Stanton, M. Henriquez, E. Gallagher, J.. Morrison, Austin, Scott & N. Senechal. 2010. Mean Lagrangian flow behavior on an open coast rip-channeled beach a new perspective, Mar. Geol. 2681-15. MacMahan, J., Reniers, A., Brown, J., Brander, R., Thornton, E., Stanton, T., Brown, J. and Carey, W., 2011. An introduction to rip based on field observation. J. Coast. Res. 274iii-vi. NOAA – National Weather Service, 2005. Rip current science. [Http// Retrieved 20 Juni 2009. Scott, T., P. Russell, G. Masselink, A. Wooler, & A. Short. 2008. High volume sediment transport and its implications for recreational beach risk. Paper presented in The 31st International Conference on Coastal Engineering, Hamburg, Germany.[ Accessed 21 September 2011. Scott, T., P. Russell, G. Masselink & A. Wooler. 2009. Rip current variability and hazard along a macro-tidal coast. J. Coast. Res. 56 895-899. Short, 2007. Australian rip system – friend or foe? J. Coast. Res. 50 7-19. Stony Brook University, 2009. Rip currents pose greater risk to swimmers than to shoreline, study suggests. Science Daily. [http//www. releases /2009/10 /09101 Retrieved 21 July 2010. Thornton, J. MacMahan & Sallenger Jr. 2007. Rip currents, mega-cusp, and erosind dunes. Mar. Geol. 240151-167. University of Florida, 2003. University of Florida researcher developing more accurate methode to predict rip current. Science Daily. [Http// releases/2003 /05/ Retrieved 21 Juni 2009. ... Ocean wave data retrieval refers to previous research data, specifically rip currents in Pangandaran's coastal waters [13]. Table 1 displays the analysis results based on data on average wave height and wave period with an average speed of m/s. ...Solar cells are becoming so common that every industry except PLN is already using them to produce alternative energy. The more solar cells used, the more light intensity meters are needed to calculate the amount of Illumination in a given area. This research entails constructing or implementing software, calculating the float's balance against the impact of waves, and determining how the float distributes load using the Archimedes principle. Electrical construction and chassis buoyancy are included in the design. When the density of water is greater than the density of the object, namely > objects 997 kg/m3 > kg/m3, the variables obtained are the total weight of the buoy of 5,044 kg with the distribution of the object force of N and the buoyant force of N. then this design produces the required buoyancy force when manufactured and used.... Swell yang berasal dari Samudera Hindia dengan arah hampir tegak lurus garis pantaiKusmanto, 2013. Tinggi gelombang tertinggi di Pantai Barat Pangandaran terjadi pada musim timur dengan nilai rata-rata tinggi gelombang signifikan sebesar 1,65 m serta rata-rata tinggi gelombang pecah sebesar 22,360 hasil risetKurniawan & Habibie 2011, pada musim timur gelombang tinggi umumnya terjadi di perairan sebelah selatan seperti Samudera Indonesia, Laut Timor, Laut Arafuru dan Laut Banda. ...Keselamatan para wisatawan adalah hal yang paling penting dalam mengelola kawasan wisata. Rip current merupakan bahaya yang signifikan bagi para pengunjung pantai dan telah memakan banyak korban di seluruh dunia. Riset ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan nilai bahaya Rip Current serta mengidentifikasi waktu yang aman untuk wisata di Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Pelaksanaan riset berlangsung dari bulan Januari – Mei 2020. Metode riset yang digunakan adalah metode kuantitatif. Pengolahan data dan penilaian bahaya rip current berdasarkan Rip Current Hazard Assessment Guide RNLI-UK. Parameter yang digunakan dalam riset ini adalah tinggi dan periode gelombang pecah, kecepatan jatuh sedimen, dan nilai tunggang pasut. Hasil riset menunjukan bahwa nilai bahaya rip current di Kawasan Wisata Pantai Barat Pangandaran, Jawa Barat sebesar 3 sampai dengan 4; yang dikategorikan ke dalam tingkat berbahaya sampai tingkat sangat berbahaya dengan faktor yang paling mempengaruhi adalah tinggi gelombang. Nilai bahaya rip current tertinggi sangat berbahaya berada di Bulan Juni hingga Oktober. Waktu yang dinilai relatif lebih aman untuk wisata berdasarkan hasil assesment nilai bahaya rip current adalah pada Bulan Januari, Februari, Maret, April, Mei, November serta safety of tourists is the most important thing in tourism management. Rip current is a significant danger for beach visitors and has many casualties around the world. This research aims to get an index of Rip Current and identify the safety period for tourism in Pangandaran Beach. This research was conducted from January – May 2020. Methods of this research were using quantitative method. Processing data and getting an index for hazardous of Rip Current based on the Rip Current Hazard Assesment Guide RNLI-UK. The parameters used in this research are height and period of the breaker wave, sediment fall velocity, and tide range. The result of this research are shown as an index of rip current’s hazardous 3 to 4; whereas 3 means hazardous and 4 as categorized very hazardous with the wave height as the most affecting factor. The safety periods for tourism based on the results of an index for hazardous occurs in January, February, March, April, May, November, and December.... Dengan menggunakan model hidrooseanografi akan terlihat pergerakan pola arus dan transpor sedimen sebelum dan sesudah terbentuknya Pulau Puteri. Pengambilan data penelitian mengacu pada Lim et al 2014 untuk pengukuran parameter arus; Ishikawa et al 2014; Kusmanto & Setyawan 2013 untuk analisis citra. Pada penelitian ini dibutuhkan data pola arus, pasang surut, sedimen, batimetri, dan angin untuk diperoleh karakteristik oseanografi pada perairan Pulau Puteri. ...Land formation arise is one of the phenomena caused by sediment deposition. The presence of arising land will cause changes in current circulation patterns which will cause changes in current and wave velocity, sedimentation and depth. Changes in current circulation cause a chain effect on an ecosystem. The purpose of this study is to determine tidal patterns, characteristics of current patterns, and sediment transport before and after Puetri Island is formed. The results of the study of the characteristics of the Puteri Island waters pattern before forming at the lowest ebb with the highest current speed ranged from to m / s and the movement of current moves from east and west to the north coast of Cikiong. At the highest tide, the highest current velocity ranges from to m/s and the current moves from west to east of the Cikiong coast. The characteristics of the Puteri Island waters pattern after forming at the lowest ebb with the highest current velocity ranges above m / s and the movement of the current moves from the south to the north of Puteri Island. At the highest tide, the highest current velocity ranges between to m / s and the movement of the current moves from the south and west moves towards the east of Puteri Island. The highest sediment deposition at the time before Puteri Island was formed was around the river mouth area, while the highest sediment deposition at the time after Puteri Island was formed was around the south of Puteri Island. Keywords current pattern, land formation arise, modeling, Puteri Island, sediment transport, tidalKathan Joy AbelinoIbnu Pratikto Sri RedjekiPenyu merupakan spesies yang terancam punah dan dilindungi dalam IUCN Red List of Threatened Species. Konservasi terhadap spesies ini telah dijalankan di berbagai tempat, termasuk di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia. Diketahui bahwa konservasi penyu di Kabupaten Kebumen mulai dikembangkan sejak tahun 2016. Konservasi tersebut dijalankan secara swadaya dan masih belum dilakukan secara resmi. Kegiatan konservasi ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara maksimal menjadi kawasan konservasi berbasis ekowisata. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kawasan pesisir yang potensial untuk kegiatan konservasi menggunakan teknologi penginderaan jauh serta untuk mengetahui potensi ekowisata wilayah tersebut. Lokasi penelitian difokuskan di Pantai Kalibuntu dan Pantai Kembar Terpadu pada periode Maret sampai April 2021. Citra Sentinel-2A digunakan untuk pemetaan kawasan. Data terkait kelerengan, lebar, pasang surut, arus, dan batimetri pantai diambil secara primer dan sekunder. Sampel sedimen diklasifikasikan menurut skala wentworth dan dihitung persentase kelembabannya. Potensi ekowisata kawasan tersebut dinilai berdasarkan pengamatan langsung dan pengambilan data melalui wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua pantai pengamatan memiliki tingkat kesesuaian sebesar 75,75% untuk dijadikan kawasan ekowisata. Analisis butir sedimen, perhitungan kelerengan pantai, dan lebar pantai menunjukkan bahwa kedua stasiun mendukung aktivitas peneluran penyu. Kedua stasiun memiliki kegiatan konservasi penyu seperti pemantauan peneluran, pemindahan telur ke sarang penetasan semi alami, penangkaran, pelepasliaran tukik, serta sosialisasi edukasi. Pengelolaan dilakukan oleh lembaga masyarakat lokal dan Kelompok Tani Ngadimulya. Dinas Kelautan dan Perikanan dan BKSDA Provinsi Jawa Tengah sudah memberikan bantuan sarana dan pelatihan. Budaya pesisir seperti batik penyu dan upacara Sedekah Laut menjadi potensi pendukung pengembangan Turtles are protected species base on the IUCN Red List of Threatened Species. Conservation of this species has been done in various places, including in Kebumen Regency, Central Java, Indonesia since 2016. It is done independently and has not been officially. This activity has great potential to be maximally developed into an ecotourism-based conservation area. This study aims to map potential coastal areas for turtle conservation using remote sensing and to determine the ecotourism potential of the area. The research location is on Kalibuntu Beach and Kembar Terpadu Beach from March to April 2021. Sentinel-2A imagery is used for area mapping. Slope, width, tide, current, and beach bathymetry were taken primary and secondary. Sediment samples were classified according to the Wentworth scale and the moisture percentage was calculated. The ecotourism potential of the area was assessed based on direct observation and interviews. The results showed that the beaches had a suitability level of to be used as an ecotourism area. Sediment analysis, coastal slope calculation, and beach width showed that both beaches supported turtle nesting activities. Both stations have turtle conservation activities such as eggs monitoring, transferring eggs to semi-natural hatchery nests, captive breeding, releasing hatchlings, and educational outreach. Conservation is carried out by local community institutions and the Ngadimulya Farmer Group. Department of Marine Affairs and Fisheries and the Central Java Province BKSDA have provided facilities and training assistance. Coastal cultures such as turtle batik and the sea alms ceremony are potential supporters of ecotourism Taofiqurohman Mochamad Rudyansyah IsmailParigi Beach is one of the beach tourism destinations in West Java. Parigi Beach is in Kabupaten Pangandaran where is facing directly to the Indian Ocean; hence the beach wave is high and risks for beach tourism activity. Beach hazard in Parigi Beach is frequent on long holiday seasons. The research aim is to assess beach tourism safety based on wave parameters and find out the cause of danger. The result shows that Parigi Beach is an intermediate rhythmic bar and beach, which average of the breaking wave height reaches to 1,87 meter and occur beach cusps formation. The beach safety levels exhibit that low safety condition exists from March to November, while from December to February, the beach condition was categorized as moderate safety for coastal tourism activity. Rip current and shore break as the main factor of hazard beach tourism from January to February, whereas from Maret to December, hazard factors in Parigi Beach was rip current and plunging high wave. Pantai parigi merupakan salah satu tujuan wisata pantai di Jawa Barat. Pantai Parigi berada di Kabupaten Pangandaran yang letaknya berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, sehingga gelombang di Pantai Parigi relatif tinggi dan berisiko untuk kegiatan wisata pantai. Kecelakaan wisata pantai di Pantai Parigi sering terjadi saat musim libur panjang. Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat keselamatan wisata pantai tiap bulan berdasarkan parameter gelombang dan mengetahui faktor penyebab bahaya yang terjadi. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pantai Parigi termasuk ke dalam tipe pantai intermediate rhythmic bar and beach dengan tinggi gelombang pecah rata-rata mencapai 1,87 meter serta terdapat jejak gelombang berbentuk busur di pantainya. Untuk tingkat keselamatan wisata pantai, keadaan kurang aman di Pantai Parigi terjadi dari mulai Maret hingga November, sedangkan dari Desember hingga Februari dikategorikan pada situasi cukup aman. Faktor penyebab bahaya wisata pantai adalah Rip current dan shorebreak yang muncul pada bulan Januari dan Februari, sementara pada bulan Maret hingga Desember faktor penyebab bahaya adalah rip current dan gelombang tinggi dengan tipe Ucu UtamiE K S H MuntasibAgustinus M. SamosirPantai Karang Hawu karang yang berbentuk hawu/tungku merupakan objek wisata unggulan Palabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Ciri khas panorama alam karang yang menjorok kelaut ini banyak dikunjungi oleh wisatawan 1,7 juta pengunjung/tahun. Namun sering timbulnya kecelakaan akibat bahaya di kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memetakan potensi bahaya serta menyusun rekomendasi manajemen potensi bahaya. Metode yang digunakan yaitu identifikasi yang kemudian dianalisis dan dievaluasi melalui UNEP tahun 2008 dan pemetaan dengan menggunakan aplikasi ArcGis Potensi bahaya di kawasan wisata Pantai Karang Hawu terdiri dari potensi bahaya fisik yang di antaranya gelombang laut, arus pantai, pasang surut, tsunami dan gempa, sedangkan potensi bahaya biologi terdiri dari karang, ubur-ubur dan bulu babi. Manajemen bahaya di kawasan tersebut dikelola oleh banyak pihak di antaranya Balawista, institusi pemerintah dan masyarakat sekitar Pantai Karang Hawu, di bawah pengawasan Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan dan Olah Raga Kabupaten Sukabumi. Hasil analisis menunjukan bahwa arus pantai dan gelombang memiliki nilai potensi bahaya yang paling tinggi. Manajemen pengurangan risiko yang disarankan adalah dengan cara menghindari risiko avoiding risk. Pengembangan manajemen dilakukan secara sosial dan institusi dengan meningkatkan pemahaman mengenai potensi bahaya di kawasan wisata Pantai Karang Hawu. Langkah-langkah teknis yang harus diambil untuk mengurangi risiko termasuk memberikan pertolongan pertama, menggunakan bendera merah untuk menandai daerah berbahaya, meningkatkan kesadaran pengunjung terhadap bahaya, dan menetapkan area yang aman bagi pengunjung. Kata kunci kesadaran, bahaya, manajemen bahaya, Pantai Karang Hawu, tindakan teknisThis research aims to know the causes, types, and mechanisms of the rip current at Pangandaran and Palabuhanratu. The methods used in this research are image data analysis, visual observation, and field observations in June and September 2015. The image data obtained from Google Earth, visual observation with the aid of a video camera and field observations with measurements of oceanographic parameters of a wave, bathymetry, currents, and staining using dye balls. The results showed the length and width of rip currents at Pangandaran around 300 meters and 90 meters, while in Palabuhanratu which ranges from 150 meters and 40 meters. Wave velocity C is m/s and m/s in Pangandaran, m/s and m/s in Palabuhanratu. The significant wave height Hs in Pangandaran is while in Palabuhanratu is meters. Bathymetry near the beach in both locations showed a morphological appearance of the beach cup with water depth is 0-7 meters in the break zone. Based on the characteristics of the constituent factors, the type of rip currents at Pangandaran and Palabuhanratu is Accretionary beach rip and Topographic rip. Rip current formation process begins with the coming wave passing through surf zone then deflected by the longshore current and returned to the sea away from the shore. Rip currents at Pangandaran and Palabuhanratu formed daily and last throughout the Kusmanto Wahyu Budi SetyawanBuku ini merupakan rangkuman sebagian hasil penelitian di kawasan pesisir Teluk Parigi tentang kondisi geomorfologi dan arus rip yang dibiayai dari Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa LIPI tahun 2010 dan 2011. Isi buku ini khusus mengenai arus rip. Buku ini terdiri dari lima Bab dan dua Lampiran. Bab I gambaran tentang pentingnya mengenal arus rip, gelombang laut dan morfologi pantai; metode dan peralatan yang dipergunakan untuk mengumpulkan data. Bab II teori tentang arus rip mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi arus rip, lokasi kemunculan arus rip, indikasi arus rip, dan tipe-tipe arus rip. Bab III kehadiran arus rip di Teluk Parigi mencakup kenampakan visual, pola kemunculan dan kecepatan. Bab IV kehadiran arus rip di Pantai pangandaran mencakup kenampakan visual, pola kemunculan dan kecepatan. Bab V upaya pencegahan dan mitigasi bahaya arus rip. Lampiran 1 Glosari Lampiran 2 IndeksRip currents are fascinating, natural, surf zone phenomena that occur daily on many beaches throughout the world. My colleagues, students, advisors, and I have been studying rip currents for more than 10 years and have performed more than 10 comprehensive field experiments on various beaches throughout the world using different observational techniques and model simulations to improve our understanding and prediction of rip currents. We have written a series of scientific articles describing the intricacies and complexities of rip current behavior using statistical and mathematical equations. These manuscripts are typically published in professional journals, which often do not communicate our results to those who would benefit from the information—the beachgoing public and ocean swimmers. Herein, we summarize our findings to help people of all ages gain a better understanding of currents at the role of beach safety management is becoming increasingly important along much of the macro-tidal, high-energy Atlantic coast of England, which experiences mean spring-tidal ranges of m and average significant wave heights of m and m in summer and winter, respectively. Growing pressures on beach resources due to increasing visitor numbers means an understanding of the nature of hazards Surrounding the recreational beach user is paramount. Rip currents are responsible for 80% of all recorded incidents 2005-2007 along this coast. Most investigations into rip Current dynamics have been reported from micro- and meso-tidal environments and macro-tidal rip systems have rarely been considered. This research assesses the spatio-temporal variability of macro-tidal rip Current systems and their associated hazards along the west coasts of Devon and Cornwall between May and October 2007. Analysis of seasonal morphological and hydrodynamic datasets coupled with detailed lifeguard incident data and daily rip observations have identified some key drivers of recreational rip hazards and 'mass rescue' events on low-tide bar/rip and low-tide terrace and bar/rip beaches; 1 Small long-period swell-waves, that favour development of accretioary rip systems, shoal to the inner transverse bars generating strong alongshore variations in wave breaking and enhancing rip current activity 2 Well developed, phase-offset low- and mid-tide bar/rip morphologies lead to the generation of active rip systems during low- and mid-tidal stages; 3 Large spring tidal ranges expose low-tide bar/rip systems, activating rip currents and increasing tidal cut-off potential and the rate-of-change of alongshore rip location through low- and mid-tide. Low-tide times during spring tides coincide with lifeguard patrol hours and hence times of high beach a coastal region where there are large pressures on the beach resources through recreational usage, understanding the levels and characteristics of risk to the beach user is paramount. A morphodynamic evaluation of beaches in the high-energy, macro-tidal southwest of England was made between July 2006 and February 2008. Levels of physical beach hazards presented to the beach user, both spatially and temporally, by waves, tides and surf-zone currents were assessed and calibrated against lifeguard rescue and usage data. Large seasonal variations in wave energy lead to significant annual morphodynamic transition of the popular west coast beaches from a erosive planar beach face with linear shore parallel bars in winter to a highly three dimensional accretionary system in spring/summer with pronounced low-tide bar/rip systems and enhanced mid-tide bar morphologies. In many locations this general transition is modified through sediment supply, geological constriction and freshwater drainage. This annual transition drives temporal variations in beach hazard through 1 the temporal variability morphology especially rip currents, the cause of 68% of all incidents during 2005-2007; and 2 large tidal excursion during spring tide periods exposing low tide rip systems increasing the rate of change of the temporal hazard signature. Periods of high morphologically driven beach hazard coincide with seasonal peaks in beach user numbers, increasing recreational beach risk. Andrew ShortSHORT, A D, 2006, Australian Rip Systems - Friend or Foe? Journal of Coastal Research, SI 50, Proceedings of the 9 th International Coastal Symposium, 7 - 11, Gold Coast, Australia, ISSN Since MCKENZIE'S 1956 classic article on rip currents in the Sydney region, rips have been recognised scientifically as an integral and important component of wave-dominated beaches in Australian and globally. Rips received less formal, but more important, recognition more than 50 years earlier, when Australian's began bathing in large numbers in the surf. The immediate result was a number of drowning owing to bathers being caught in rip currents and carried seaward. In the Sydney region where surf bathing was only legally permitted in 1902, the resulting rash of drowning in 1902 and 1903 lead to the formation of the world's first surf life saving clubs in 1903 and Surfing Life Saving Australia in 1907, an organization which now oversees 305 surf life saving clubs. Since 1949 when recordings begun it is estimated the lifesavers have rescued 300 000 people from the surf in New South Wales alone, the vast majority ~90% from rip currents. This paper will examine the nature of rip currents, including the four types of rips; their role in surf zone morphodynamics; their nature and distribution around the Australian coast; the hazard they pose to swimmers; and ways we can mitigate this Energetic very low frequency VLF; frequencies < Hz surf zone eddies SZEs were observed on a beach composed of shore-connected shoals with quasi-periodic $125 m incised rip channels at Sand City, Monterey Bay, California. Incident waves consisted of predominantly shore-normal narrow-banded swell waves. SZEs were located outside the gravity region in alongshore wave number, k y , spaced within the VLF band, and did not appear to exist in higher-frequency bands. The SZEs were significant U rms,VLF $ m/s and constant in intensity within the surf zone shore-connected shoals and rip channels and rapidly decreased offshore. The alongshore and cross-shore SZE velocity variances were similar in magnitude. VLF SZE velocities were not forced by VLF surface elevations and were not well correlated with rip current flows r 2 = There is an indication that the SZEs were related to wave forcing, with the SZEs statistically correlated with incoming sea-swell wave height r 2 = F-k y spectral estimates illustrate a strong relationship between rip channel spacing and SZE cross-shore velocities k y = ± m À1 and minimal SZE alongshore velocity variation k y = 0 m À1. Data analysis suggests that the SZEs are not simply instabilities of an unstable rip current jet. A simple conceptual model suggests that SZE f-k y spectra can be explained by the entire rip current circulation cells oscillating predominantly in the cross shore and slightly in the accepted view of rip currents is that they are an efficient mechanism for transporting material out of the surf zone. Previous rip current campaigns on natural beaches have focused on Eulerian measurements with sparse in situ pressure and current meter arrays. Here, for the first time, spatially synoptic estimates of rip current flow patterns, vorticity, and Lagrangian transport behavior are measured in the field using a fleet of 30 position-tracking surfzone drifters during multiple rip current occurrences on an open coast beach in Monterey, CA. Contrary to the classic view Shepard et al., 1941, the rip current flow field consisted of semi-enclosed, large-scale vortices that retained the drifters and resulted in a high number of Lagrangian observations that are temporally and spatially repeated. Approximately 19% of the drifters deployed in the rip currents exited the surf zone per hour, on average during the experiments. The observed surf zone retention of drifters is consistent with measurements from different open coast beach rip current systems 14% at meso-macrotidal Truc Vert, France and 16% at macrotidal Perranporth, United Kingdom. The three-hour-average cross-shore rip current velocity at Monterey was 30 cm/s with peak time-averaged velocities of 40–60 cm/s depending on wave and tidal conditions. Drifters that episodically exited the surf zone were transported approximately 2 surf zone widths offshore at ∌ 20 cm/ current kinematics and beach morphodynamics were measured for 44 days at Sand City, Monterey Bay, CA using 15 instruments composed of co-located velocity and pressure sensors, acoustic Doppler current profilers, and kinematic GPS surveys. The morphology consisted of a low-tide terrace with incised quasi-periodic rip channels, representative of transverse bars. Offshore 17 m depth significant wave height and peak period ranged m and 5–20 s. The mean wave direction was consistently near 0° resulting in rip channel morphology, which evolved in response to the changing wave characteristics. An inverse relationship between sediment accreting on the transverse bar and eroding in the rip channel was found. The spatial distribution of sediment is reflected in the background rip current flow field. The mean velocity magnitudes within the rip channel transverse bars increased offshore onshore with decreasing tidal elevations and increased with increasing sea-swell energy. Eulerian averaged flows were predominantly shoreward on the transverse bars and seaward within the rip channel throughout the experiment, resulting in a persistent cellular circulation, except during low wave energy. The rip current spacing to the rip channel width was less than or equal to two, which suggests that the rip currents are influenced by each other and that no two-dimensional bar return flow should be present. The vertical velocity profile on the bar indicated that the flow was predominantly shoreward. The flow field within the surf zone was depth uniform, except for significant shear occurring near the surface, owing to Stokes drift. The wave-induced transport hypothesis is erosion is shown to occur at the embayment of beach mega-cusps O200 m alongshore that are associated with rip currents. The beach is the narrowest at the embayment of the mega-cusps allowing the swash of large storm waves coincident with high tides to reach the toe of the dune, to undercut the dune and to cause dune erosion. Field measurements of dune, beach, and rip current morphology are acquired along an 18 km shoreline in southern Monterey Bay, California. This section of the bay consists of a sandy shoreline backed by extensive dunes, rising to heights exceeding 40 m. There is a large increase in wave height going from small wave heights in the shadow of a headland, to the center of the bay where convergence of waves owing to refraction over the Monterey Bay submarine canyon results in larger wave heights. The large alongshore gradient in wave height results in a concomitant alongshore gradient in morphodynamic scale. The strongly refracted waves and narrow bay aperture result in near normal wave incidence, resulting in well-developed, persistent rip currents along the entire alongshore variations of the cuspate shoreline are found significantly correlated with the alongshore variations in rip spacing at 95% confidence. The alongshore variations of the volume of dune erosion are found significantly correlated with alongshore variations of the cuspate shoreline at 95% confidence. Therefore, it is concluded the mega-cusps are associated with rip currents and that the location of dune erosion is associated with the embayment of the field experiment was conducted on a high energy macro-tidal beach Perranporth, UK to examine rip current dynamics over a low-tide transverse bar/rip system in response to changing tide and wave conditions. Hydrodynamic data were collected using an array of in situ acoustic doppler current meters and pressure transducers, as well as 12 GPS-tracked Lagrangian surf zone drifters. Inter-tidal and sub-tidal morphology were measured through RTK-GPS and echo-sounder surveys. Data were collected for eight consecutive days 15 tides over a spring-neap tidal cycle with tidal ranges of 4– m and offshore significant wave heights of 1–2 m and peak periods of 5–12 hypothesis that rip current dynamics in a macro-tidal setting are controlled by the combination of variations in wave dissipation and morphological flow constriction, modulated by changes in tidal elevation was tested. During the measurement period, rip circulation was characterised by a large rotational surf zone eddy O200 m extending offshore from the inner-surf zone to the seaward face of the inter-tidal transverse bar. During high- and mid-tide, water depth over the bars was too deep to allow wave breaking, and a strong longshore current dominated the surf zone. As the water depth decreased towards low-tide, wave breaking was concentrated over the bar crests initiating the rotational rip current eddy. Peak rip flow speeds of m s−1 were recorded around low-tide when the joint effects of dissipation and morphological constriction were maximised. At low tide, dissipation over the bar crests was reduced by partial bar-emergence and observations suggested that rip flows were maintained by morphological constriction and the side-drainage of water from the transverse bars. ï»żArussejajar pantai (longshore current), terjadi apabila arah gelombang yang datang membentuk sudut miring terhadap garis pantai arah gelombang yang datang membentuk sudut tegak lurus terhadap garis pantai arah gelombang yang datang sejajar terhadap garis pantai terdapat lebih dari satu arah gelombang yang datang dengan sudut yang berbeda terhadap garis pantai terdapat arah gelombang bolak-balik yang menuju atau menjauhi garis pantai dan tidak tergantung pada besar sudutnya Arus merupakan pergerakan massa air secara horizontal yang disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan dalam densitas air laut, atau karena gerakan gelombang. Arus dipengaruhi pula oleh bentuk topografi dasar laut dan pulau-pulau yang ada disekitarnya, serta gaya coriolis dan arus ekman. Gaya Coriolis mempengaruhi aliran massa air, dimana gaya ini akan membelokan arah mereka dari arah yang lurus. Secara garis besar, penyebaran angin dibagi sebagai berikut Hutabarat, 1986 Angin Pasat Trade Winds Angin ini terdapat pada daerah antara 30o LU dan 30o LS. Di sebelah utara disebut angin pasat timur laut dan di sebelah selatan disebut angin pasat tenggara. Diantara keduanya terdapat daerah timba ruah doldrums. Didaerah ini tidak terdapat pergerakan angin karena adanya penaikan udara keatas daerah konvergensi antar tropis. Konvergensi ini berpindah-pindah secara maksimum sesuai dengan letak matahari. Angin ini bersifat tunak steady dan tetap constant. Angin Baratan Westerlies. Terdapat pada daerah antara 40o – 60o LS, di belahan bumi utara maupun selatan. Didaerah ini pada umumnya bertekanan rendah. Angin bertiup menurut pola dari siklon barat ke siklon timur dan sifatnya berubah-ubah. Angin Timuran Easterlies. Angin ini terdapat di daerah kutub. Umumnya bertiup dari timur ke barat. Angin ini sifatnya berubah-ubah. Arus diperairan Indonesia pada bulan Desember – Februari, arus musim barat mengalir ke timur. Pada musim pancaroba, arus ke timur ini mulai melemah bahkan mulai berbalik arah. Biasanya dalam musim pancaroba ini arus sudah mengalir ke barat di pantai selatan Kalimantan sedangkan di laut Jawa arus masih mengalir ke timur. Pada bulan Juni – Agustus berkembang arus musim timur dan arah arus sepenuhnya telah berbalik arah menuju ke barat dan akhirnya menujuke Laut Cina Selatan. Tetapi di sepanjang pantai utara Flores sampai Kepulauan Alor terdapat arus pantai yang menuju ke timur. Pada musim pancaroba kedua, sekitar bulan Oktober, pola arus akan mengalami perubahan kembali, arah pergerakan arus sering tidak menentu, arus ke barat melemah dan arus ke timur akan mulai masuk, dan akhirnya pada bulan Desember – Februari arus ke timur berkembang berkembang dengan sirkulasi berulang Triatmodjo 1999 mengatakan bahwa daerah pantai yang menjadi lintasan gelombang di pantai adalah offshore zone, surf zone dan swash zone. Di daerah offshore zone, gelombang menimbulkan gerak orbit partikel air. Orbit lintasan partikel tidak tertutup sehingga menimbulkan transport massa air. Di surf zone daerah antara gelombang pecah dan garis pantai ditandai dengan gelombang pecah dan penjalaran gelombang setelah pecah ke arah pantai. Setelah pecah gelombang melintasi surf zone menuju pantai. Di swash zone, gelombang yang sampai di garis pantai menyebabkan massa air bergerak ke atas dan kemudian turun kembali ke permukaan pantai dan menyebabkan terjadinya arus. Arus yang terjadi di daerah tersebut sangat tergantung pada arah datang gelombang. Selanjutnya Triatmodjo 1999 menyebutkan bahwa apabila garis puncak gelombang sejajar dengan garis pantai arah datang sudut gelombang pecah tegak lurus garis pantai, maka akan terjadi arus dominan di pantai berupa sirkulasi sel dengan rip current. Namun apabila gelombang pecah membentuk sudut terhadap garis pantai, akan menimbulkan arus sejajar pantai di sepanjang pantai longshore current. Rip current terjadi pada tempat dimana tinggi gelombang pecah adalah kecil. Arus sepanjang pantai yang ditimbulkan oleh gelombang pecah Hb dengan membentuk sudut terhadap garis pantai αb dibangkitkan oleh momentum yang dibawa oleh gelombang. Longuet-Higgins dalam Komar 1998 menurunkan rumus untuk menghitung arus sepanjang pantai V sebagai berikut. dimana V = kecepatan arus sejajar pantai m/detik g = percepatan grafitasi m/detik2 Hb = tinggi gelombang pecah meter αb= sudut datang gelombang pecah
Arussejajar pantai (longshore current), terjadi apabila arah gelombang yang datang membentuk sudut miring terhadap garis pantai arah gelombang yang datang membentuk sudut tegak lurus terhadap garis pantai arah gelombang yang datang sejajar terhadap garis pantai
Arus Di Sekitar Pantai Nearshore Circulation Gelombang yang datang menuju pantai membawa massa air dan momentum, searah penjalaran gelombangnya. Hal ini menyebabkan terjadinya arus di sekitar kawasan pantai. Penjalaran gelombang menuju pantai akan melintasi daerah-daerah lepas pantai offshore zone, daerah gelombang pecah surf zone, dan daerah deburan ombak di pantai swash zone. Diantara ketiga daerah tersebut, Bambang Triatmodojo 1999 menjelaskan bahwa karakteristik gelombang di daerah surf zone dan swash zone adalah yang paling penting di dalam analisis proses penjalaran gelombang menuju pantaiMenurut Dean dan Dalrymple 2002, perputaran/sirkulasi arus di sekitar pantai dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu arus sepanjang pantai Longshore current, arus seret Rip current, dan aliran balik Back flows/cross-shore flows. Sistem sirkulasi arus tersebut seringkali tidak seragam antara ketiganya bergantung kepada arah/sudut gelombang kawasan pantai yang diterjang gelombang menyudut αb > 5o terhadap garis pantai, arus dominan yang akan terjadi adalah arus sejajar pantai longshore current.Sketsa terjadinya longshore current Sedangkan apabila garis puncak gelombang datang sejajar dengan garis pantai, maka akan terjadi 2 kemungkinan arus dominan di pantai. Yang pertama, bila di daerah surf zone terdapat banyak penghalang bukit pasir sand bars dan celah-celah gaps maka arus yang terjadi adalah berupa sirkulasi sel dengan rip current yang menuju laut. Kemungkinan kedua, bila di daerah surf zone tidak terdapat penghalang yang mengganggu maka arus dominan yang terjadi adalah aliran balik back flows.Terjadinya rip currentNamun karena pengaruh hidrodinamik laut yang sangat kompleks, maka yang biasanya terjadi adalah kombinasi dari kondisi-kondisi di atas. Seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah longshore current dan rip longshore current & back flows. Sedangkanapabila garis puncak gelombang datang sejajar dengan garis pantai, maka akan terjadi 2 kemungkinan arus dominan di pantai. Yang pertama, bila di daerah surf zone terdapat banyak penghalang bukit pasir (sand bars) dan celah-celah (gaps) maka arus yang terjadi adalah berupa sirkulasi sel dengan rip current yang menuju laut.
Arus sejajar pantai atau arus susur pantai bahasa Inggris longshore current adalah serangkaian proses geologis yang menyebabkan terjadinya perpindahan sedimen seperti tanah liat, lanau, kerikil, atau pasir di sepanjang garis pantai. Gelombang atau angin yang datang dengan sudut kemiringan tertentu akan menghasilkan arus yang bergerak sejajar dengan garis pantai. Arus ini normalnya terbentuk di zona selancar. Proses perpindahan sedimen akibat arus ini dikenal dengan nama ingsutan litoral longshore drift atau littoral drift.[1][2] Diagram proses-proses pantai yang berkaitan dengan arus sejajar pantai1=pantai2=laut3=arah arus sejajar pantai4=gelombang datang5=arah sedimen yang terbawa naik oleh gelombang6=arah sedimen ketika terbawa oleh air yang surut Pasir pantai juga secara langsung dapat berpindah akibat gelombang maupun angin yang datang dengan sudut kemiringan tertentu. Ketika gelombang miring tersebut pecah, maka pasir akan terdorong ke darat dengan sudut kemiringan tertentu. Pasir tersebut kemudian terbawa oleh air yang surut tegak lurus terhadap garis pantai. Apabila proses ini terjadi secara berulang-ulang, maka pasir pantai akan bergerak semakin jauh dari tempat asalnya, bahkan dengan laju belasan meter per hari..
Denganv kecepatan arus sejajar pantai, v0 kecepatan arus sejajar pantai di garis gelombang pecah, a adalah konstanta karakteristik dari gelombang pecah, Ξb sudut gelombang di garis pecah. Penyelesaian persamaan (2.34) diperoleh : a. untuk P ≠ 2 / 5 ⎧âŽȘ B1 X P1 0 X 1 V =⎚ P2 1 X ∞ âŽȘ⎩ B2 X (2.36) dimana àŹ· àŹœ àŹž àŹ”àŹș

Hamparan pasir putih, biru air laut, serta keindahan panorama yang tidak dapat ditemukan di tengah hiruk pikuk kota menjadikan pantai di Yogyakarta sebagai salah satu destinasi wisata yang populer. Namun, seiring dengan meningkatnya animo wisatawan untuk mengunjungi wisata pantai di Yogyakarta, potensi terjadinya kecelakaan pun semakin besar. Setiap tahun, kasus orang yang terseret arus saat bermain di pantai kerap kali terulang. Hal tersebut disebabkan oleh fenomena alam yang dikenal dengan nama arus retas. Pada kesempatan ini, kami mewawancarai Hendy Fatchurohman, Dosen Program Studi Sarjana Terapan Sistem Informasi Geografis, Departemen Teknologi Kebumian, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada, guna membahas fenomena ini lebih lanjut. Arus retas atau rip current merupakan fenomena terbentuknya arus pada zona pecah gelombang di suatu area yang cukup sempit. Arus ini biasanya dibangkitkan oleh arus sejajar pantai longshore current yang kemudian, sebagai akibat dari pengaruh morfologi pantai, menyebabkan pergerakan arus secara cepat menuju laut. Kecepatan arus retas beragam, mulai dari 30 cm/detik sampai lebih dari 2 m/detik. Ketika kecepatannya lebih dari 2 m/detik, arus ini disebut sebagai mega rip. Meskipun kelihatannya lambat, kekuatan arus ini mampu menyeret objek yang ada di jalurnya, termasuk manusia. Ada dua faktor yang mempengaruhi arus retas, yaitu faktor hidrodinamik dan morfodinamik. Faktor hidrodinamik meliputi energi gelombang, ketinggian ombak, serta pasang laut. Apabila energi gelombang cukup besar, maka arus retas pun dapat dibangkitkan. Selain itu, arus retas cenderung terbentuk pada pasang surut atau sekitar jam 12 siang saat kecepatan arus mencapai maksimal. Pembentukan arus retas juga dipengaruhi oleh faktor morfodinamik, yaitu topologi pada pantai atau pesisir tersebut. Faktor ini meliputi sedimentasi yang terdapat di bawah permukaan laut, keberadaan material seperti rataan terumbu yang mampu memecah arus retas, dan bentuk pantai. Berdasarkan lokasi pembentukannya, arus retas dibedakan menjadi dua tipe, yaitu arus retas dengan tipe menetap dan tipe berpindah. Pada tipe menetap, arus retas akan muncul secara konsisten pada lokasi tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh faktor morfodinamik pantai. Arus retas dengan tipe ini dapat ditemukan di Pantai Drini, Gunungkidul. Arus retas dengan tipe berpindah terjadi karena faktor hidrodinamik dan morfodinamik pantai yang selalu berubah. Sebagai contoh, di Pantai Parangtritis, Bantul, material utama penyusun sedimentasi adalah pasir yang bersifat dinamis. Pasir tersebut menyebabkan adanya pembentukan arus retas secara berpindah-pindah. Bekerja sama dengan Search and Rescue SAR Satuan Pelindung Masyarakat Satlinmas Wilayah II Gunungkidul, tim dari Universitas Gadjah Mada melakukan penelitian di Pantai Drini, Gunungkidul. Prosedur penelitian ini meliputi penuangan cairan pelacak pada titik-titik terjadinya kecelakaan secara berulang. Zat yang digunakan pada cairan pelacak tersebut adalah uranine, salah satu jenis fluorescent dye yang ramah lingkungan. Penelitian ini diharapkan mampu mengidentifikasi dan memetakan keberadaan, tipe, serta kecepatan arus retas pada pantai tersebut. Dikutip dari SAR Satlinmas Wilayah II Gunungkidul mencatat 81 insiden pada tahun 2019 dengan sepuluh korban tewas. Hingga bulan Mei 2020, telah terjadi 29 insiden dengan satu korban tewas. “Kami ingin menyampaikan agar pengunjung wisata pantai selalu waspada terhadap bahaya yang mengancam mereka. Melalui penelitian ini, kami juga ingin memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya tersebut. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena statistik menunjukkan jumlah korban yang sangat tinggi,” tutup Hendy. Tulisan oleh Baiq Ajeng dan Jennifer Dharmawangsa Data oleh Afaf Rifa, M. Kesuma Shandy, dan Yoga Faerial Gambar oleh Bagas Adi

DefinisiPantai Definisi atau pengertian adalah sebuah wilayah yang menjadi batas antara lautandan daratan, bentuk pantai berbeda-beda sesuai dengan keadaan, proses yang terjadi di wilayah tersebut, seperti pengangkutan, pengendapan dan pengikisan yang disebabkan oleh gelombang, arus, angin dan keadaan lingkungan disekitarnya yang berlangsung
Abstract Mekanisme berpindahnya sedimen dari satu tempat ke tempat yang lain sangat dipengaruhi oleh longshore currentarus sepanjang pantai, hal ini menyebabkan terjadinya abrasidiwilayah Perairan Teluk Awur akibat penjalaran gelombang yang dibangkitkan oleh angin gelombang permukaan. Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dari arus sepanjang pantai terhadap angkutan sedimen dasar yang ada di Perairan Teluk Awur, Jepara. Penelitian ini dilaksanakan tanggal 2-5 Maret 2015 di Perairan Teluk Awur, Jepara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitaif. Peramalan gelombang laut menggunakan metode SMB Sverdrup Munk Bretchneider dengan inputan data angin, sedangkan untuk menentukan transport sedimen menggunakan rumus empiris yang didapat dari pengaruh penelitian di Teluk Awur menunjukkan tinggi gelombang pecah berkisar antara 0,4 – 1,5 meter dengan kedalaman gelombang pecah berkisar antara 0,5 – 1,8 meter. Arus sepanjang pantai kecepatannya berkisar antara 0,7 – 2,0 m/s dengan arah cenderung menuju utara, karena gelombang dominan datang dari arah barat dan bentuk dari daratan Teluk Awur. Dominasi jenis sedimen di Teluk Awur berupa pasir dan gravely sand, dengan potensi angkutan sedimen berkisar 65,3 – m³/hari atau – m³/tahun.
Surfzone dengan rata-rata penambahan reduksi sebesar >5 %. kecepatan arus menyusur pantai mendekati kecepatan arus menyusur pantai pada kondisi existing pada jarak >2,4 x panjang groin. Dan Jarak antara groin yang terlalu dekat dibandingkan dengan panjang groin, menyebabkan pergerakan arah arus menuju ke arah laut (rip current). Kata Kunci: G
Mulai sejak Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia adil Tabulasi proses-proses pantai yang berkaitan dengan arus sejajar rantau 1=pantai 2=laut 3=jihat aliran seimbang pantai 4=gelombang elektronik datang 5=arah endapan yang terbawa mendaki makanya gelombang 6=jihat sedimen ketika terseret maka itu air yang surut Arus sederajat pantai atau aliran susur pantai bahasa Inggris longshore current yakni serangkaian proses geologis yang menyebabkan terjadinya perpindahan sedimen sama dengan lahan liat, lanau, gravel, atau batu halus di selama garis pesisir. Gelombang listrik atau angin yang datang dengan tesmak kemiringan tertentu akan menghasilkan rotasi yang bergerak sekelas dengan garis pantai. Arus ini normalnya terdidik di zona ski. Proses pengungsian deposit akibat arus ini dikenal dengan nama ingsutan litoral longshore drift atau littoral drift.[1] [2] Batu halus rantau juga secara langsung boleh berpindah akibat gelombang atau angin yang datang dengan kacamata kemiringan tertentu. Ketika gelombang miring tersebut pecah, maka pasir akan silau ke darat dengan sudut kemiringan tertentu. Pasir tersebut kemudian terbawa oleh air yang surut tegak verbatim terhadap garis pantai. Apabila proses ini terjadi secara tautologis-ulang, maka pasir pantai akan bergerak semakin jauh dari tempat asalnya, tambahan pula dengan laju belasan meter per hari.. Referensi [sunting sunting sendang] Karangan kaki [sunting sunting mata air] ^ Gomez-Pina G 2002 “Sand dune management problems and techniques, Spain”, Journal of Coastal Research, Iss 36 325–332. ^ Sunarto 2008. “Hakikat Bencana Kepesisiran dalam Perspektif Geomorfologi dan Upaya Penyunatan Kesannya” PDF. Kronik Kebencanaan Indonesia. 1 4 211–228. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-01. Buku [sunting sunting sumber] Bruun, Masing-masing, ed. 2005. Port and coastal engineering developments in Science and technology. South Carolina P. Bruun. Hart, Marsden, I; Francis, M 2008. “Chapter 20 Coastal systems”. Dalam Winterbourne, M; Knox, Marsden, Burrows, C. Natural history of Canterbury edisi ke-3rd. Canterbury University Press. hlm. 653–684. Reeve, D; Chadwick, A; Fleming, C 2004. Coastal engineering-processes, theory and design practice. New York Spon Press. Artikel ilmiah [sunting sunting sumber] Kirk, Lauder, 2000. “Significant coastal lagoon systems in the South Island, New Zealand”. Science for Conservation. DOC 46p 13–24. Michel, D; Howa, 1997. “Morphodynamic behaviour of a tidal inlet system in a mixed-energy environment”. Physics and Chemistry of the Earth. 22 3–4 339–343. Bibcode1997PCE
.22..339M. doi Peterson, D; Deigaard, R; Fredsoe, J July 2008. “Modelling the morphology of sandy spits”. Coastal Engineering. 55 7–8 671–684. doi Soons, Schulmeister, J; Holt, S April 1997. “The Holocene evolution of a well nourished gravelly barrier and lagoon complex, Kaitorete “Spit”, Canterbury, New Zealand”. Marine Geology. 26 1–2 69–90. Bibcode doi Pranala asing [sunting sunting sumber] Foto, animasi, dan penjelasan kerjakan siswa sekolah, mempunyai animasi singkat mengenai revolusi seimbang pantai USGS — Coastal Erosion on Cape Cod, Shore drift, Longshore drift in South Carolina,
MHyO7.
  • gg0q101swg.pages.dev/792
  • gg0q101swg.pages.dev/296
  • gg0q101swg.pages.dev/635
  • gg0q101swg.pages.dev/156
  • gg0q101swg.pages.dev/194
  • gg0q101swg.pages.dev/729
  • gg0q101swg.pages.dev/38
  • gg0q101swg.pages.dev/877
  • gg0q101swg.pages.dev/576
  • gg0q101swg.pages.dev/696
  • gg0q101swg.pages.dev/48
  • gg0q101swg.pages.dev/49
  • gg0q101swg.pages.dev/784
  • gg0q101swg.pages.dev/436
  • gg0q101swg.pages.dev/154
  • arus sejajar pantai terjadi apabila